Selamat datang di blog saya ,semoga blog ini bermanfaat dan bisa menambah sedikit pengetahuan dan wawasan, selamat berbloger ria

Kamis, 13 Maret 2014

PENGALENGAN RAJUNGAN DENGAN PASTEURISASI.


 Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km2. Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan yang sangat berlimpah (Bahar 2004), salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang ada di Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis ada di Perairan Indonesia. 
Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain yang tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut rajungan (Bahar 2004). Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak terdapat di Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah sbb:
   Gilimanuk (pantai utara Bali). 
   Pengambengan (pantai selatan Bali). 
   Muncar (pantai selatan Jawa Timur). 
   Pasuruan (pantai utara Jawa Timur).
   Lampung,Medan, dan Kalimantan Barat dll. 

           Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Manfaat rajungan sebagai bahan pangan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas tinggi dan memiliki protein cukup tinggi (Suwignyo 1989). 
Pengalengan daging rajungan ini menggunakan teknologi pengolahan secara pasteurisasi, yaitu suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses termal sehingga dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen tapi tidak semua mikroba dan biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C. 
    Tahapan proses pengalengan rajungan biasanya meliputi penerimaan, sortasi, pengecekan akhir bahan baku, pencampuran, pengisian daging, penimbangan, penutupan kaleng, pengkodean, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan atau pengepakan, penyimpanan dingin, dan pengangkutan (Moeljanto 1992). 
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan salah satu cara pengawetan produk hasil perikanan, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan produk. Pengemas adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas. Pada pengalengan daging rajungan menggunakan kaleng plat timah. 
Menurut Julianti dan Nurminah (2007), plat timah (tin plate) adalah bahan yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan pelapis timah. Kelebihan dari tin plate adalah mengkilap, kuat, tahan karat dan dapat disolder. Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan. 
  
 Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah :
  1.  Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga konsumen.
  2. Melindungi dan mengawetkan produk seperti melindungi dari sinar ultraviolet,panas,  kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.
  3. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan. 
  4. Meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 6 can / 12 can )
  5.  Memudahkan pengiriman dan penyimpanan.
  6.  Menambah daya tarik calon pembeli.
  7.  Sarana informasi dan iklan.
  8.  Serta memberi kenyamanan bagi pemakai. 

    Produk akhir pengalengan daging rajungan pasteurisasi yang telah dikemas membutuhkan ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan mesin pendingin untuk mempertahankan mutu produk sebelum produk diekspor. Ikan termasuk rajungan mengalami penurunan mutu dengan cepat dan waktu penyimpanan akan singkat jika ikan tidak ditangani dan disimpan secara tepat (Ranoemiharjo dan Soeyanto 1991). 
 Penerapan teknologi refrigerasi (suhu rendah) pada dunia usaha perikanan atau industri perikanan sangat menguntungkan. Beberapa keuntungan tersebut antara lain: memperpanjang operasi pabrik pengolahan karena dapat menghimpun stok bahan baku pada waktu musim panen raya dan memperpanjang waktu penyimpanan dan memperluas jaringan distribusi (Ilyas 1983). Oleh karena itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai pengemasan dan penyimpanan produk akhir pada pengalengan daging rajungan pasteurisasi. 
   Klasifikasi dan Deskripsi Rajungan (Portunus pelagicus) Klasifikasi lengkap dari Rajungan menurut Suwignyo (1989) adalah sebagai berikut: 
  Kingdom          :  Animalia
  Sub Kingdom    :  Eumetazoa 
  Grade              :  Bilateria
  Divisi               :  Eucoelomata
  Section            :  Protostomia 
  Filum               :  Arthropoda 
  Kelas               :  Crustacea
  Sub Kelas         :  Malacostraca
  Ordo                : Decapoda 
  Sub Ordo          : Reptantia 
  Seksi                :  Brachyura 
  Sub Seksi          :  Branchyrhyncha
  Famili              :  Portunidae
  Sub Famili        :  Portunninae 
  Genus              : Portunus
  Spesies            : Portunus pelagicus 
   
    Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Pada hewan ini terlihat menyolok perbedaan antara jantan dan betina. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Suwignyo 1989). 
    Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan, yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi untuk memegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang (swimming crab) (Suwignyo 1989). 
     Portunus pelagicus adalah kepiting yang berenang dan mempunyai sepasang kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur kasar dan lebar yang mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya panjang dan ramping.
Rajungan merupakan binatang aktif, namun ketika sedang tidak aktif atau dalam keadaan tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu karang. Akan tetapi sekali-kali rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan (Anonim 2007). 

Di Indonesia, rajungan tersebar hampir di seluruh perairan, khususnya di Perairan Paparan Sunda dan Perairan Laut Arafuru dengan memiliki kecenderungan padat sediaan dan potensi yang tinggi, terutama pada daerah sekitar pantai (Anonim 2007). 

Komposisi Kimia Rajungan (Portunus pelagicus) Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat, kalsium, besi, phosphor, vitamin A dan vitamin B dari rata-rata kepiting dan rajungan berturut-turut adalah 14,1 %, 210 mg/100 g, 1,1 mg/100 g, 200 SI, dan 0,05 mg/100 g. 
Daging kepiting dan rajungan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Hasil analisa proksimat daging kepiting dan rajungan antara jantan dan betina (BBPMHP 1995) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisa kimia daging kepiting dan rajungan 
 Jenis Komoditi       Protein (%)     Lemak  (%)        Air (%)     Abu (%) 
 Kepiting    Betina    11.45               0.04                80.68       2.45 
                Jantan    11.90               0.28                82.85       1.08 
 Rajungan   Betina    16.85               0.10                78.78       2.04 
                Jantan    16.17               0.35                81.27       1.85        
 Sumber : Laboratorium Kimia BBPMHP (1995) (Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan)
  
Daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima jenis daging yaitu:  

  1. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang berhubungan dengan kaki renang 
  2. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging jumbo. 
  3. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang berupa serpihan - serpihan.
  4. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari rajungan
  5. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan bersama  dengan  bagian shell yang dapat digerakkan. 
Menurut BBPMHP (1995) daging rajungan yang diperoleh biasanya digolongkan menjadi tiga tingkatan mutu, yaitu: 
 a. Mutu 1 (daging super/jumbo), yaitu daging badan yang terletak di bagian bawah  
     (berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna putih.  
 b. Mutu 2 (daging reguler), yaitu daging badan yang berupa serpihan-serpihan, terletak 
     disekat-sekat rongga badan berwarna putih. 
 c. Mutu 3 (daging merah/clawmeat), yaitu daging rajungan yang berada di kaki dan   
     capit,berwarna putih kemerahan. 
 Pasteurisasi adalah pengolahan panas yang dirancang untuk menginaktifkan sebagian saja mikroorganisme vegetatif yang terdapat dalam pangan. Makanan yang tidak steril, dengan pasteurisasi sebagaimana pengukusan, harus juga digunakan bersamaan dengan cara pengawetan lainnya (Moeljanto 1992). 
 Proses Pasteurisasi adalah melakukan pemanasan pada suhu dan waktu tertentu dilanjutkan dengan pendinginan. Apabila tidak didinginkan kemungkinan besar akan terjadi over cooking yang menyebabkan hangusnya daging. Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam proses dan untuk mempertahankan mutu produk akhir, karena apabila pendinginan terlalu lambat, pertumbuhan spora bakteri tahan panas akan distimulir (Moeljanto 1992). Penyimpanan suatu produk pada tingkat suhu rendah tujuannya adalah untuk mempertahankan semua faktor mutu dengan daya awet selama mungkin dalam batas daya awet dan biaya yang masih menguntungkan dan sesuai dengan yang diinginkan. Sistem penyimpanan pada cold storage yang paling baik adalah dengan sistem tiupan udara (air blast freezing), kelembaban relatifnya harus tetap dipertahankan antara 80-90%. 
Pengemasan 
Pengemasan dapat diartikan bermacam-macam antara lain (Fardiaz dan Fardiaz 1990): 
 (1)  Pengemasan merupakan suatu sistem yang terkoordinasi mulai dari persiapan pangan 
       untuk diangkut, disebar, disimpan, dijual eceran, dan sampai ke pengguna akhir, 
 (2)  Pengemasan adalah suatu cara untuk menjamin penyampaian pangan kepada konsumen 
       akhir dalam kondisi aman dan biaya rendah. 
 (3)  Pengemasan merupakan fungsi tekno ekonomi yang bertujuan meminimalkan biaya 
    penyampaian barang dan memaksimalkan pemasaran yang berarti ada keuntungan. Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi utama (Buckle et al 1987), yaitu; 
 1.  Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan 
      terhadap kotoran dan pencemaran lainnya. 
 2.  Harus memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, 
      oksigen dan sinar. 
 3. Harus berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu 
     selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. Hal ini berarti bahan pengemas 
     harus sudah dirancang untuk siap dipakai pada mesin-mesin yang ada atau baru akan 
     dibeli atau disewa untuk keperluan tersebut. 
 4. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan dan  
     dapat  mempermudah pada tahap selanjutnya selama pengelolaan di gudang dan 
     selama pengangkutan untuk distribusi. Harus mempertimbangkan ukuran, bentuk dan 
     beratnya. 
 5. Harus memberikan pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan.
     Pengepakan harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi apa yang 
     dijual.  

Bahan pengemas Bahan pengemas dapat dikelompokkan sebagai berikut (Buckle et al 1987) 
1.  Logam seperti lempeng timah, baja bebas timah, dan alumunium. 
2.  Gelas 
3.  Plastik dan plastik berlapis, termasuk beraneka ragam plastik tipis yang berlapis 
     laminates dengan plastik lainnya, kertas atau logam (alumunium). 
4.  Kertas, paperboard. 
5.  Lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan di atas. 
      Pada pengalengan rajungan menggunakan kaleng plat timah yang merupakan pengemas berbahan logam. Plat timah (tin plate) adalah bahan yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja berkarbon rendah dengan ketebalan 0,15-0,5 mm dan kandungan timah putih berkisar antara 1,0-1,25% dari berat kaleng. Digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi (Julianti dan Nurminah 2007). 
 Pengemasan produk daging rajungan kaleng juga menggunakan kemasan kertas berupa karton lipat sebagai kemasan sekunder. Pemilihan jenis atau model karton lipat yang akan digunakan sebagai pengemas, tergantung pada jenis produk yang akan dikemas dan permintaan pasar. Pengujian mutu kemasan karton lipat dapat berupa uji jatuh bagi wadah yang sudah diisi, pengujian tonjolan atau bulge, pengujian kekuatan kompresi dan daya kaku dalam hubungannya dengan kelembaban udara (Syarief et.al,. 1987). 
Kerusakan Makanan dalam Kaleng selama Penyimpanan Kerusakan produk kaleng biasanya disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme, kebocoran kaleng, dan underprocess. Kebocoran kaleng terjadi dari kerusakan kaleng, tertusuk benda tajam atau penanganan yang kasar (Ibrahim et.al 2007). 
Menurut Julianti dan Nurminah (2007), bahan pangan akan mengalami perubahan-perubahan selama penyimpanan, dan perubahan ini dapat terjadi baik pada bahan pangan segar maupun pada bahan pangan yang sudah mengalami pengolahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan biokimia, kimia atau migrasi unsur-unsur ke dalam bahan pangan. Kerusakan kimia yang paling banyak terjadi pada makanan yang dikemas dengan kemasan kaleng adalah hydrogen swell. Kerusakan lainnya adalah interaksi antara bahan pembuat kaleng yaitu Sn dan Fe dengan makanan yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan, kerusakan mikrobiologis dan perkaratan (korosi). 
Perkaratan adalah pembentukan lapisan longgar dari peroksida yang berwarna merah coklat sebagai hasil proses korosi produk pada permukaan dalam kaleng. Pembentukan karat memerlukan banyak oksigen, sehingga karat biasanya terjadi pada bagian head space dari kaleng. Proses korosi jika terus berlangsung dapat menyebabkan terbentuknya lubang dan kebocoran pada kaleng. Perkaratan pada kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya migrasi Sn ke dalam makanan yang dikemas (Julianti dan Nurminah 2007). 
Kerusakan mikrobiologis dipengaruhi permeabilitas kemasan terhadap kontaminasi udara luar yang memicu pertumbuhan mikroorganisme, terutama terhadap mikroorganisme yang anaerob patogen. Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap kontaminasi mikroorganisme, maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan dari serangan mikroorganisme. Penyebab kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan adalah : - Kontaminasi dari udara atau air melalui lubang pada kemasan yang ditutup secara hermetis - Penutupan (proses seaming) yang tidak sempurna - Kerusakan seperti sobek atau terlipat pada bahan kemasan. Kerusakan yang terjadi terhadap makanan dalam kaleng juga dapat disebabkan karena kerusakan mekanis. 

Faktor-faktor mekanis yang dapat merusak adalah : 
 a. Stress atau tekanan fisik, yaitu kerusakan yang diakibatkan karena jatuh atau oleh  
     adanya gesekan. 
 b. Vibrasi (getaran), yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan atau kemasan  
     selama dalam perjalanan atau distribusi. 
Untuk menanggulanginya dapat digunakan bahan anti getaran. Pelabelan dan Desain Kemasan Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Informasi yang diberikan pada label tidak boleh menyesatkan konsumen. 
Pada label kemasan, khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal berikut (Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan) : 
 a.  Nama produk 
 b.  Daftar bahan yang digunakan 
 c.  Berat bersih atau isi bersih 
 d.  Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam     
      wilayah Indonesia.
 e.  Keterangan tentang halal 
 f.  Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa. 

 Selain itu keterangan-keterangan lain yang dapat dicantumkan pada label kemasan adalah nomor pendaftaran, kode produksi serta petunjuk atau cara penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi serta tulisan atau pernyataan khusus. Nomor pendaftaran untuk produk dalam negeri diberi kode MD, sedangkan produk luar negeri diberi kode ML. Kode produksi meliputi : tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang mencirikan batch produksi. Petunjuk atau cara penggunaan diperlukan untuk makanan yang perlu penanganan khusus sebelum digunakan, sedangkan petunjuk penyimpanan diperlukan untuk makanan yang memerlukan cara penyimpanan khusus, misalnya harus disimpan pada suhu dingin atau suhu beku. 
Nilai gizi diharuskan dicantumkan bagi makanan dengan nilai gizi yang difortifikasi, makanan diet atau makanan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Informasi gizi yang harus dicantumkan meliputi : energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral atau komponen lain. Gambar yang tertera pada label kemasan juga harus sesuai dengan isi produk, sebagai contoh produk udang harus mencantumkan gambar udang bukan gambar ikan (Julianti dan Nurminah 2007). 

Penyimpanan Dingin (Chill Storage) 
   Penyimpanan hasil pasteurisasi dilakukan didalam ruang dingin dengan temperature nol derajat yang biasa disebut cold storage / Cill storage. Pola penyusunan penyimpanan produk akhir dapat dengan menggunakan Pallet , yang digunakan agar produk disusun dan disimpan secara sistematis sehingga memudahkan ketika pembongkaran ataupun ketika pengambilan sampel. Pallet racking system ini disesuaikan dengan tipe dan volume produk, kapasitas ruangan, bagaimana produk disimpan, dan frekuensi penyusunan secara perputaran ataupun urutan untuk akses penyimpanan produk (Anonim 2008). Penggunaan fasilitas ruang pendingin sebagai gudang penyimpanan produk akhir harus memperhatikan tipe produk dan toleransinya terhadap perubahan suhu secara fluktuatif yang mungkin terjadi selama penyimpanan dalam chill storage. Penentuan penggunaan pintu berinsulator berdasarkan tipe, ukuran, lokasi ruang pendingin juga dapat menambah efisiensi operasi ruang pendingin (Anonim 2008). 

Unit Pengolahan Limbah 
    Unit pengolahan limbah menampung limbah cair dan padat yang dihasilkan selama proses pengolahan. Limbah cair ditampung bak penampungan kemudian difiltrasi dengan 3 kali proses penjernihan menggunakan bantuan mikroorganisme pengurai limbah berupa bakteri anaerob. Limbah cair yang sudah jernih dialirkan ke kolam pemeliharaan lele untuk pengujian kelayakan air. Limbah padat berupa plastik dikumpulkan untuk dijual kembali sehingga dapat dimanfaatkan. 

Peralatan Produksi 
Timbangan 
Jenis timbangan yang digunakan yaitu timbangan digital dengan kapasitas 3 kg untuk kaleng yang sudah terisi daging dan 30 kg digunakan untuk menimbang bahan baku yang datang. 
Meja sortasi 
Meja sortasi berbentuk persegi panjang dengan ukuran (2×1)m2 terbuat dari stainless steel dan kapasitas beban 200 kg 
Meja timbangan 
Meja timbangan terdapat dua ukuran yaitu besar dan kecil terbuat dari stainless steel. Meja timbangan besar berukuran (50×40)cm2 dengan kapasitas 50 kg, sedangkan meja timbangan kecil berukuran (20×30)cm2 dengan kapasitas 2 kg. 
Meja pencuci kaleng 
Meja pencuci kaleng berbentuk persegi dengan memiliki wadah pencucian yang terbuat dari stainless stell dilengkapi dengan water heater. 
Basket (keranjang) 
Basket (keranjang) berbentuk persegi panjang dengan ukuran (91x53x46)cm3 terbuat dari bahan vilon sebanyak ±70 unit yang memiliki kapasitas 50-60 kg. 
Mesin penutup kaleng( Seamer ) 
Mesin penutup kaleng pada proses pasteurisasi rajungan sangat vital keberadaannya , untuk itu biasanya dipersiapkan 2 unit . Kegagalan pada proses seaming akan berakibat fatal pada hasil Finish Good. 
Mesin pengkodean 
Jenis mesin pengkodean yang biasa digunakan adalah ink jet printing .  
Cara kerja alat ini adalah berdasarkan prinsip fisika dari suatu cairan yang berada dalam tekanan, ultrasonic vibration, dan gaya elektrostatik. 
Mesin penghancur es (ice crusher) 
Mesin penghancur es yang merupakan mesin rakitan terdiri dari 2 bagian utama yaitu roll penggiling dan motor penggerak, sebanyak 1 unit yang membutuhkan daya listrik sebesar 380 volt serta es yang dihasilkan merupakan es curah. 
Boiler 
Boiler yang digunakan bisa memakai tipe horizontal maupun vertikal . Fungsi boiler yaitu memanaskan air pada tank pasteurisasi. Tank pemanasan ( Steam ) Tank pasteurisasi dengan bentuk persegi dan ukuran (420x78x75)cm3 dari jenis bahan stainless steel,kapasitas 1 line sebesar 262x2 kg. Pasteurisasi dilakukan pada bak pasteurisasi yang telah terisi air bersih. Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler dan disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi. Di dalam bak pasteurisasi juga dialiri angin yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor dan bertujuan untuk meratakan panas. Pasteurisasi dilakukan selama 155 menit pada suhu 80-85o C. 
Tank pendinginan( Chilling ) 
Tank pendinginan dengan bentuk persegi dan ukuran (420x78x75)cm3 dari jenis bahan stainless steel, kapasitas 1 unit dapat menampung 8 fiber es (±262 kg). Pendinginan dilakukan pada bak pendingin yang telah terisi air bersih serta pecahan es. Selama pendinginan, suhu dipertahankan pada suhu 0 – 4 oC selama 120 menit. Bak pendingin juga dialiri angin yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor. 
Peralatan penunjang lainnya Peralatan penunjang lainnya yang digunakan yaitu: lori, fiber, pinset, baskom, nampan, dan pallet dll. 
Laboratorium 
Laboratorium digunakan untuk pengujian biologi dan kimia. Pengujian mikrobiologi berupa uji TPC, koliform, Staphylococcus aureus, Salmonella, Escherichia coli, dan Vibrio parahaemolitycus. Pengujian kimia berupa uji CAP (kloramfenikol), formalin, residu klorin dan pengukuran pH air limbah dan air yang digunakan pada unit pengolahan. Peralatan yang digunakan yaitu refrigerator, autoklaf, inkubator, oven, vortex, waterbath, coloni counter, starpack dan exhaust plan. 
Bahan Baku 
Bahan baku yang digunakan adalah Portunus pelagicus 1766 yang ditangkap di perairan Indonesia. Bahan baku yang datang berupa daging rajungan yang sudah dikupas di mini plant yang berasal dari berbagai daerah seperti Cirebon, Cilincing, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Bahan baku dikirim dengan dikemas wadah plastik atau toples kemudian disimpan dalam fiber atau blong yang ditambahkan es kedalamnya kemudian diangkut menggunakan truk atau pick up. 

Bahan Pembantu 
Air 
Air yang digunakan adalah air sumur yang telah diuji kelayakannya dan memiliki kualitas sebanding dengan standar air minum. 
Es 
Es yang digunakan di unit pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum dan ditangani serta disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari kontaminasi. 
Klorin 
Menurut peraturan Menkes No.722/Menkes/Per/IX/88, baik klorin maupun klorin dioksida tidak tercatat sebagai BTP (Bahan Tambahan Pangan) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung. Sedangkan kaporit dan sodium hipoklorit umum digunakan sebagai sanitizer dengan perannya sebagai desinfektan yang handal. Pada proses pengolahan rajungan, klorin digunakan sebagai desinfektan yang dilakukan pengenceran pada air pencuci tangan dengan konsentrasi 15 ppm, air yang digunakan pada footbath sebesar 200 ppm, dan pada air cuci peralatan sebesar 20 ppm. 
SAPP (Sodium Acid Pyrophosphat) 
SAPP dalam bentuk serbuk putih yang halus kemudian disaring dan dipanaskan dengan air hingga mendidih dengan jumlah pengenceran yang disesuaikan dengan permintaan buyer kemudian didinginkan. SAPP dalam bentuk cair ditambahkan ke dalam kaleng sebelum dan sesudah pengisian daging. 
Bahan Pengemas 
Kaleng 
Kaleng yang digunakan adalah jenis tin plate bentuk silinder dengan ukuran 401×301 inch. Karton 
Tipe pengemas karton yang digunakan terdiri dari dua bahan yaitu kertas kerdus (corrugated sheet) sebagai pelapis dan master karton lapis lilin berupa kardus lipat dengan ukuran (41×30,5×9)cm3. 
Transportasi 
Jenis transportasi darat yang digunakan untuk mengangkut produk akhir adalah container reefer dengan kapasitas sebesar 2100 master carton untuk container ukuran 20 feet dan kapasitas sebesar 3500 master carton untuk container ukuran 40 feet. Container yang digunakan dilengkapi dengan mesin pendingin yang menjaga suhu dalam container berkisar antara NOL DERAJAT CELCIUS sampai TIGA DERAJAT CELCIUS. 

PROSES PRODUKSI 
  Proses pengolahan meliputi:
  1. Penerimaan bahan baku (receiving)
  2. Distribusi.
  3. Penyortiran / Grading.
  4. Pemeriksaan akhir (final checking)
  5. Pencampuran (mixing)
  6. Pengisian daging dalam kaleng (filling)
  7. Penimbangan
  8. Penutupan kaleng (seaming)
  9. Pengkodean (coding)
  10. Pasteurisasi (steam)
  11. Pasteurisasi (shock chilling)
  12. Pengemasan (packing)
  13. Penyimpanan dingin (chill storage)
  14. Stuffing.  
       Penerimaan bahan baku (receiving) Bagian receiving menerima bahan baku berupa daging rajungan kupas yang berasal dari miniplant di berbagai daerah seperti Jakarta, Cirebon, Pangandaran, Sulawesi, dan Kalimantan. Bahan baku yang datang dikemas menggunakan wadah toples dan plastik kemudian dimasukkan dalam fiber, blong, ataupun styrofoam yang tertutup rapat dengan perekat. Penyimpanan daging dalam fiber, blong, ataupun styrofoam perlu ditambahkan es kedalamnya untuk mempertahankan suhu selama pengangkutan tetap rendah berkisar 0-4 derajat Celcius.
Pengangkutan bahan baku dari tempat asalnya menggunakan truk atau pick-up. Bahan baku yang datang lebih dulu, dibongkar juga lebih dulu dengan menerapkan sistem FIFO (First In First Out). Daging ditimbang berdasarkan jenis daging dan asal suplier yang jumlahnya disesuaikan dengan surat pengiriman jumlah daging yang dikirim oleh suplier. Setelah penimbangan, petugas quality control melakukan pengecekan terhadap kesegaran daging berdasarkan parameter aroma dan diambil sampel untuk dilakukan uji kloramfenikol, Salmonella, Escherichia coli, Vibrio sp., dan formalin di laboratorium.
 
    Area receiving merupakan area CCP (Critical Control Point) karena jika daging yang datang kemudian masuk dalan proses produksi mengandung kloramfenikol, maka tidak dapat dicegah lagi pada tahap pengolahan selanjutnya. Daging yang segar dalam wadah toples ataupun plastik yang telah ditimbang dimasukkan dalam keranjang (basket) dengan posisi miring dan tiap lapisan diberi es. Petugas receiving memberikan label pada tiap keranjang kemudian dimasukkan ke ruang proses untuk disortir ataupun disimpan dalam cold storage temporary jika bahan baku yang datang melimpah, sedangkan daging yang sudah basi ataupun berbau asing (amoniak, minyak tanah, solar, dan lain-lain) dipisahkan untuk reject. Distribusi Petugas distribusi mendapatkan informasi bahan baku yang datang dari tiap supplier layak diolah atau tidak menunggu hasil uji kloramfenikol dari petugas laboratorium. Jika hasil uji CAP masuk dalam batas toleransi, maka petugas distribusi membagikan daging pada tiap meja sortir dan menentukan kode supplier. Sortasi Sortasi dilakukan untuk memisahkan cangkang rajungan dan benda asing (rambut, batu, benang jaring, dan bahan pengotor lainnya) yang masih terdapat pada daging sehingga diharapkan hanya daging rajungan murni yang masuk proses selanjutnya. 
      Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis daging, hal ini untuk memudahkan tahap pengisian daging dalam kaleng. Jenis daging yang disortasi langsung dipisahkan berdasarkan tipe daging, yaitu collosal, jumbo, backfin, flower lump, spesial dan claw meat. Pemisahan daging ini dimaksudkan untuk mengefisienkan kerja serta supaya memastikan daging tidak tercampur, karena daging pada masing-masing bagian tersebut mempunyai harga yang berbeda Selama kegiatan sortasi, benda asing terlihat dengan bantuan lampu neon sedangkan cangkang rajungan dapat terlihat karena berpendar dibawah lampu sinar UV. Daging yang telah disortir kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui hasil sortir yang diperoleh. 
      Tahap akhir dari sortasi adalah final checking untuk memastikan daging yang akan dimasukkan dalam kaleng bebas dari cangkang dan benda asing. Pada tahap ini juga dilakukan pengecekan kesegaran daging. Daging yang lunak, basi, berbau asing segera dipisahkan dan reject. Pengecekan akhir termasuk CCP area karena jika cangkang dan benda asing lolos pada tahap pengecekan akhir maka sulit diperbaiki pada tahap selanjutnya dan dapat mempengaruhi kualitas daging yang dikalengkan. Operator sortir memberikan hasil sortir ke bagian final checking, jika masih terdapat cangkang dan benda asing maka dilakukan pengembalian. Petugas quality control melakukan pengecekan kesegaran daging berdasarkan aroma, warna dan penampakan. Daging yang lolos dilakukan penimbangan untuk membandingkan hasil sortir, jumlah cangkang dan benda asing, serta berat awal daging ketika penerimaan. Data penimbangan dimasukkan dalam dokumen Laporan Hasil Sortir (LHS) yang digunakan untuk mendokumentasikan kecepatan kerja para karyawan dalam penyortiran dan sebagai bukti atau acuan bagi pembayaran ke pemasok daging rajungan. 
      Pencampuran (Mixing) Proses pencampuran daging rajungan dari semua miniplant (suplier) untuk mendapatkan kualitas daging yang seragam berdasarkan parameter aroma, warna, tekstur, dan penampakan. Mixing merupakan pencampuran daging rajungan dari satu pemasok dengan daging rajungan dari pemasok lain untuk memperoleh kualitas daging yang baik. Pencampuran daging tidak hanya berasal dari dua pemasok, tetapi dapat lebih dari dua pemasok. Pencampuran daging berdasarkan juga pada jenis daging yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Formulasi daging yang dicampur telah ditetapkan berdasarkan jenis daging dan standar yang ditentukan oleh buyer (pembeli). 
Pencampuran dan pengisian daging dalam kaleng berdasarkan jenis daging Produk Dressing Isi 
  • Collosal - ± 90 buah/kaleng 
  • Jumbo - ± 95-120 buah/kaleng Super lump Jus A dan jus B/ lump flower Backfin dan lump flower Lump - 
  • Reguler besar dan reguler kecil (50:50) 
  • Spesial - Reguler besar dan reguler kecil (30:70) 
  • Claw meat merus Pecahan merus, carpus, dan claw meat Pengisian daging dalam kaleng (Filling) 
     Daging yang telah mengalami pencampuran kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaleng tin plate berukuran (401 x 301) inch. Sebelum dilakukan pengisian, kaleng terlebih dahulu disortir dan dicuci di gudang kemudian diberi larutan SAPP (sodium acid pyrophosphate) yang berfungsi sebagai pencegah terbentuknya warna biru (blueing) pada daging. SAPP atau disodium pyrophosphate (Na2H2P2O7) dengan berat molekul 221,94 g/mol merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam proses pengalengan daging rajungan. SAPP merupakan bahan tambahan pangan yang berwujud bubuk berwarna putih, licin dan larut dalam air. Pemakaian bahan tambahan ini merupakan bahan tambahan pangan yang telah diizinkan pemakaiannya berdasarkan peraturan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan (Anonim, 2006 dalam Akhmadi 2006). SAPP memiliki dua fungsi sebagai bahan tambahan pangan. Fungsi SAPP yang pertama sebagai sequestrant yaitu phospat pada SAPP memiliki kemampuan untuk mengkelat logam Cu dan Fe pada lapisan kaleng (Claus et. Al., 1994 dalam Akhmadi 2006). Kemampuan mengkelat ini dapat mencegah terjadinya reaksi Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dengan lemak pada daging rajungan. Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dapat sebagai katalis oksidasi lemak pada daging rajungan sehingga dapat mengkompleks dan merubah warna daging menjadi biru atau biasa disebut dengan blueing (Mar-Less, 2006 dalam Akhmadi 2006). Fungsi SAPP yang kedua menurut Mar-Less (2006) dalam Akhmadi (2006) yaitu mencegah terjadinya pembentukan struvites. Struvites adalah rasa seperti berpasir yang terkadang dapat dirasakan pada daging rajungan. Hal ini disebabkan oleh komponen magnesium pada daging rajungan yang dapat mengkristal. Kristal yang tebentuk disebabkan oleh perlakuan panas yang tinggi pada saat proses pasteurisasi. SAPP dapat mengkompleks magnesium dan mencegah terjadinya pembentukan kristal-kristal yang menyebabkan struvites (Anonim, 2006 dalam Akhmadi 2006). Pada filling ini juga dilakukan penataan bentuk daging di dalam kaleng supaya terlihat rapi dan menarik ketika konsumen membuka kemasannya. Setelah daging tertata rapi lalu ditambahkan larutan SAPP untuk kedua kalinya. Penambahan larutan SAPP yang kedua ini dimaksudkan untuk meratakan larutan tersebut ke seluruh isi kaleng. Jumlah SAPP yang ditambahkan disesuaikan dengan permintaan buyer (tiap merek produk memiliki jumlah SAPP yang berbeda-beda). Sebagai contoh merek X menambahkan larutan SAPP sebelum dan sesudah kaleng diisi daging sebanyak 5 ml sehingga jumlah larutan SAPP yang ditambahkan sebanyak 10 ml. Jumlah SAPP yang diizinkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 untuk produk sardin dan sejenisnya sebesar 5 gram/kg (Anonim 2001). 5.7 
     Penimbangan Daging yang sudah dimasukkan dalam kaleng dilakukan penimbangan akhir untuk mencapai berat 453,6 gram. Penimbangan akhir dilakukan untuk menentukan berat bersih dari produk sebelum dilakukan penutupan kaleng dan mencegah terjadinya overweight atau underweight pada produk akhir yang dapat menimbulkan masalah economic fraud. Penutupan kaleng (Seaming) Penutupan kaleng dilakukan secara hermetis menggunakan mesin double seamer. Kaleng yang telah diisi dengan daging diberi tutup dengan label atau merek sesuai dengan jenis dagingnya. Mutu dari produk juga sangat ditentukan oleh efisiensi dari mesin seamer tersebut. Untuk menjaga efisiensi dari mesin, maka setiap 1 jam diambil satu kaleng untuk dilakukan pengecekan terhadap dimensi kaleng (seaming teardown evaluation). Dimensi kaleng yang diukur yaitu tinggi kaleng, lebar seam, ketebalan seam, counter sink, kait depan, kait badan, bebas kerut dan overlap kaleng. Jika dimensi kaleng tidak sesuai dengan standar dari perusahaan, maka dilakukan penyetingan kembali mesin double seamer. Pengecekan dari dimensi kaleng ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kebocoran pada produk akibat seaming. Proses penutupan kaleng termasuk CCP area, yaitu jika terjadi penyimpangan seam yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan kebocoran kaleng berukuran mikroskopis dan rekontaminasi pada produk (kerusakan makanan dalam kaleng). Oleh karena itu, operator seaming melakukan pemeriksaan secara visual pada tiap kaleng hasil seaming. Pada kaleng yang mengalami seam vee, seam cut, seam drop ataupun patah karena operasi alat seamer yang tidak baik, dilakukan re-pack pada kaleng dan diganti menggunakan kaleng yang baru untuk dilakukan seaming ulang. Pengkodean (Coding) Pengkodean dilakukan setelah kaleng ditutup. Pemberian kode dilakukan pada bagian bawah kaleng dengan menggunakan mesin coding jet print. Tujuan dari pengkodean adalah untuk mempermudah pelacakan atau recall produk jika terjadi masalah. Dalam kode tersebut terdapat informasi kode perusahaan, jenis daging, kode mixing, nomor basket, tanggal produksi (Julian date), dan tahun produksi. Pemberian kode harus sesuai dengan kode produksi yang berlangsung serta posisi kode yang tepat dan jelas. Jika terjadi kesalahan pemberian kode maka hasil coding yang salah dihapus menggunakan tinner dan dilakukan pemeriksaan visual pada tiap kaleng. Pasteurisasi Proses pasteurisasi merupakan proses pemasakan daging dalam kaleng pada suhu ±80-850C selama 155 menit. Kaleng yang telah ditutup dan diberi kode dimasukkan ke dalam basket untuk selanjutnya dipasteurisasi. Tiap basket berisi 60-75 kaleng. Pasteurisasi dilakukan pada bak pasteurisasi yang telah terisi air bersih. Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler dan disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi. Di dalam bak pasteurisasi juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor dan bertujuan untuk meratakan panas. Pasteurisasi dilakukan selama 155 menit pada suhu 84,4 – 85,5 oC. Selama proses pasteurisasi berlangsung, suhu air dan produk dipantau secara terus menerus tiap 5 menit dengan menggunakan temperature recorder, termometer manual, dan sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk menentukan f-value produk. Tiap merek produk memiliki kisaran f-value yang berbeda-beda sesuai permintaan buyer (pembeli). Informasi f-value ditentukan untuk mengetahui tingkat kematangan produk. Selain suhu, waktu pasteurisasi juga menentukan mutu produk yang dihasilkan yaitu daya simpan produk yang diinginkan. Pendinginan (Cooling) Proses pendinginan merupakan perlakuan thermal shock pada produk dengan pendinginan pada suhu 00C selama 2 jam menggunakan air bersih yang ditambahkan es curai. Proses ini dilakukan segera setelah produk diangkat dari bak pasteurisasi. 
Pada tahap pendinginan juga dilakukan pemantauan secara berkala terhadap suhu air dan produk menggunakan termometer manual dan sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk menentukan nilai f-value produk. F-value menunjukkan tingkat kematangan produk dan tingkat keberhasilan proses pasteurisasi dan pendinginan dalam kemampuan proses untuk mematikan organisme target (bakteri pembentuk spora yang tahan panas). Selama pendinginan, suhu dipertahankan pada kisaran 0 – 4 oC selama 120 menit. Bak pendingin juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor dan bertujuan untuk meratakan suhu. Proses ini ditujukan untuk membunuh bakteri thermofilik yang belum mati saat pasteurisasi. Pengemasan (Packing) Proses pengemasan menggunakan master carton  yang dapat memuat 12 kaleng dengan suhu ruangan berkisar antara 0C- 4C. Proses pengemasan dilakukan secara manual oleh operator. Kaleng yang telah dilakukan proses cooling, diletakkan di meja pengemasan untuk dibersihkan dari kotoran daging yang masih menempel dan dikeringkan menggunakan lap. Kaleng dimasukkan ke dalam master carton sebanyak 12 kaleng yang sebelumnya pada bagian bawah master carton telah diberi pelapis berupa corrugated sheet, begitu pula pada bagian atas kaleng. Pengisian kaleng sesuai berdasarkan jenis produk dengan label pada master carton kemudian master carton direkat menggunakan lakban. 
Selama proses pengemasan dilakukan pengecekan terhadap timbulnya karat pada kaleng, kesesuaian kode produksi pada kaleng, dan kesesuaian label pada master carton yang digunakan dengan produk. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tahap pengkodean dapat dicegah pada tahap pengemasan, selain itu kaleng yang terdapat karat dalam proporsi yang besar dan mengalami kerusakan fisik seperti penyok segera dipisahkan kemudian direkam dalam form packing report. 
     Penyimpanan dingin (Chill Storage) Produk yang telah dikemas dimasukan dalam chill storage dengan suhu ruangan 00±20C. Penyimpanan dilakukan dengan menerapkan sistem FIFO (First In First Out), dan diletakkan secara teratur berdasarkan merek produk dan jenis produk yang disusun berdasarkan abjad. Penyimpanan produk akhir dengan ketinggian yang tidak melebihi garis pembatas (tidak melebihi ketinggian alat pendingin), dan diberi jarak dengan dinding serta produk tidak bersentuhan langsung dengan lantai sehingga penumpukan menggunakan alat penunjang yaitu pallet. 
     Stuffing merupakan proses pengangkutan produk akhir dari chill storage ke container untuk ekspor. Stuffing dilakukan dengan memperhatikan parameter suhu selama pengangkutan. Suhu dipertahankan berkisar antara 0C-5C. Selama proses stuffing produk dimasukkan dalam container dengan penyusunan berdasarkan jenis produk dan nomor urut master carton. Jenis produk dimasukkan secara berurut dari awal hingga akhir yaitu claw meat, spesial, lump, super lump, jumbo, dan collosal dengan produk claw meat dibagian paling dalam container diikuti spesial, lump, super lump, dan jumbo kemudian produk collosal diletakkan paling akhir sehingga ketika produk dikeluarkan dari container untuk diuji yang paling mudah diambil adalah produk collosal . 
Metode penyimpanan seperti ini akan membantu petugas quality control untuk memeriksa kesesuaian jumlah produk yang akan dikirim dengan permintaan pembeli serta kemudahan melakukan traceabillity produk jika terjadi masalah. Persiapan dokumen ekspor juga dilakukan sebelum proses stuffing, seperti surat keterangan jalan untuk ekspor dan hasil pengujian laboratorium terhadap mutu produk akhir seperti kandungan kloramfenikol dan mikrobiologi. 
 
 Semoga artikel diatas bermanfaat bagi yang membacanya.
 Tunggu artikel selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar